Menjejakkan Kaki di Gunung Sumbing
Ary Al Ghaida
 |
G.Sumbing Pos 3 "Pestan" 2.437 mdpl |
"Alam
bisa memberikan kehidupan kepada setiap manusia, tetapi tidak semua manusia
bisa memberikan kehidupan kepada alam. Alam bisa memberikan perlindungan kepada
semua manusia, tapi tidak semua manusia bisa melindungi alam".
Berawal dari sebuah tugas dan tanggung jawab yang harus dipenuhi, ku
jejakkan kaki ku seminggu 2 kali di Gunung Sumbing. Seminggu sebelum acara
pendakian dimulai, kami sudah melakukan Survey lapangan untuk mengetahui track
dan medan yang akan kami lalui nantinya. Hanya ada 4 orang yang melakukan
survey ke gunung sumbing, yaitu orong, jenging, pedet, dan aku sendiri. Menjadi
waita sendiri dan melakukan pendakian bersama 3 orang laki-laki, membuat ku khawatir
akan menjadi beban buat mereka dalam survey itu, apalagi kondisi fisik ku yang kurang
fit belum lagi ditambah cuaca yang kurang mendukung.
Jum’at 07 Februari 2014, hari yang kami tungu-tunggu untuk kembali
menjejakkan kaki digunung sumbing telah tiba, pukul 11.00 kami melakukan upacara
pelepasan untuk melakukan kegiatan pemenuhan syarat divisi Mountaineering
digunung sumbing. Jalur yang kami pakai
yaitu jalur pendakian yang berlokasi di Dusun Garung, Desa Butuh, Kecamatan
Kalikajar-Wonosobo. Kegiatan pendakian ini dilaksanakan selama 3 hari yaitu 7,
8, dan 9 Februari 2014. 17 orang bergabung dalam pendakian tersebut dimana 4
orang sebagai peserta, 6 orang sebagai panitia dan 1 orang sebagai partisipasi serta
6 orang teman ku dari UIN.
Kegiatan pendakian kali ini ketua oleh disivi mountaineering sendiri
yaitu pedet. Diantara 17 orang yang bergabung dalam pendakian kali ini hanya
ada 3 orang yang tahu jalan/track sehingga 3 orang tersebut dipilih sebagai pembuka
jalan atau pemimpin dalam pendakian yaitu pedet, aku dan satu orang pendamping
senior. Organisasi yang berbasis ekowisata membuat kami tidak hanya melakukan
pendakiantetapi juga melakukan kegiatan ekowisata dengan membuat suatu papan
peringatan bagi para pendaki yang biasanya tidak bertanggungjawab atas sampah
yang mereka bawa. Papan peringatan dibuat sesederhana mungkin sehingga mudah
dibawa, papan peringatan bertuliskan “Keep your Environment-Kapala Ampta YK” yang
nantinya akan pasang dibeberapa pos pendakian.
Pukul 11.30, perjalanan kami mulai dari kampus dengan menggunakan sepeda
motor. Sepeda motor dipilih karena dinilai lebih ekonomis serta sangat
flexsibel jika terjadi keterlambatan pulang saat kegiatan, karena daerah Gunug
Sumbing sangat minim angkutan umum pada saat malam hari. 9 motor pun melaju
berangsur –angsur meninggalkan kampus. Pukul 12.00 mengingat hari ini hari jum’at,
ada beberapa teman muslim kami yang harus melaksanakan sholat jum’at,
perjalanan pun dihentikan sejenak. Sambil menunggu sholat jum’at selesai kami
mengisi bahan bakar kendaraan kami masing-masing sambil mengisi perut juga
tentunya yang sudah mulai keroncongan karena sudah waktunya makan siang. Sholat
jum’at pun selesai perjalanan dilanjutkan kembali.
Dalam perjalanan sempat kami bingung karena ada beberapa teman
menyarankan pemilihan jalur cepat yaitu jalur borobuddur, ternyata mereka
sendiri tidak terlalu hafal denngan jalan tersebut, yang mengakibatkan kami
tersesat dijalan dan kami pun terbagi dalam 2 kelompok. Kelompok bersama ku
hanya 2 motor, sisanya menjadi satu dikelompok berikutnya. hujan yang begitu deras
tidak memungkin kami untuk saling menunggu dijalan, akhirnya kelompokku
memutuskan untuk menuju lokasi terlebih dahulu. Sekitar pukul 17.00 semua peserta tiba di base Camp
Sumbing, kami beristirahat sejenak dan makan sebelum akhirnya melakukan
pendakian.
Pendakian Hari Pertama
Pada pukul 19.30 perjalanan pendakian yang sesungguhnya baru akan dimulai.
Jalur pendakian yang kami lalui nantinya adalah
jalur baru. Di Sumbing ada 2 jalur, yaitu Jalur Baru dan Jalur Lama yang
nantinya bertemu di Pos Pestan. Tujuan pertama kami adalah Pos 1, yang
kira-kira berjarak 3 km dari Basecamp dari total 7 km hingga Puncak Sumbing.
Cukup Panjang. Sebelum melakukan pendakian, seperti biasa rutinitas briefing
terkait tata tertib serta peraturan pendakian pun dilakukan, bukan hanya untuk
peserta tapi juga untuk semuanya. Setelah selesai briefing, kami pun berdoa
bersama dengan saling berpegangan tangan. Baru berjalan sekitar 15 menit
kejadian yang aku takutkan terjadi, papan peringatan yang kami buat ketinggalan
dibasecamp. Yang akhirnya beberapa peserta harus turun kembali ke basecamp
untuk mengambil papan peringatan tersebut. Sambil menunggu mereka kembali ke
atas, canda tawa pun mewarnai istirahat pertama kami. Setelah
mereka kembali, kamipun kembali melakukan perjalakan.
Kami
melewati pemukiman penduduk, ladang yang berisi sayuran kubis, sawi, dan
tanaman-tanaman yang hidup di daerah dingin hingga kilometer 2. Rute ini berupa
jalanan batu yang rapi, karena merupakan jalan petani juga. kami terbagi lagi
menjadi 2 kelompok, dimana aku dan ketua divisi berada dikelompok pertama.
Pembuka jalan dipimpin oleh ketua divisi sendiri dan aku menjadi sweeper
dibelakang. Dengan bermodalkan alat penerangan senter, kami berjalan melewati
kebun sayur para penduduk. Aku sebagai sweeper harus memastikan kelompok kedua
yang dibelakang tidak terlalu jauh dengan kami, senter pun ku jadikan alat
komunikasi dengan kelompok 2.
Keasykan
mengobrol, aku lupa dengan kelompok kedua yang menjadi tanggung jawab ku juga,
aku kehilangan mereka. Tidak ada lagi cahaya senter dari mereka, sampai pada
akhirnya aku meminta kelompok pertama untuk berhenti sejenak. Teman ku turun
menyusul mereka, karena dibawah kaki gunung ada pertigaan dan kami khawatir mereka salah jalan/tersesat.
Tapi sudah 2 kali dia turun naik, tidak juga menemukan mereka. Ketua divisi
kami memutuskan untuk terus berjalan, karena dikelompok ke2 ada 1 orang yang
tahu jalan. Tapi aku tetap meminta untuk menunggu beberapa menit lagi, aku
mengkhawatirkan salah seorang teman ku dikelompok 2 yang mempunyai penyakit
asma, takut-takut asmanya kambuh. Sedangkan oxygen/p3k dipegang kelompok
pertama. 15 menit kami menunggu, akhirnya mereka muncul dan benar dugaan kami
ternyata mereka tersesat dipertigaan tadi dan yang lebih parahnya lagi asma
teman ku benar-benar kambuh. Setelah kejadian tadi aku memutuskan untuk
bergabung dalam kelompok 2. Jarak antar kelompok cukup jauh, kami kelompok 2
sangat tertinggal jauh dibelakang karena kami harus mengikuti fisik paling lemah
ketika melakukan pendakian. Walau lambat asal selamat.
pada
pukul 22.15 kami pun tiba di Pos 1, kami memutuskan untuk istirahat sejenak
sebelum melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan peserta diberikan arahan serta
pengetahuan tentang manajemen penghematan air, yang mana gunung sumbing
merupakan gunung yang sangat sulit untuk mencari sumber air. Sumber air di gunung
sumbing hanya terdapat pada pos 1, setelah itu tidak ada lagi sumber air
kecuali air hujan. Pukul 01.30 peserta tiba dipos 2 yang
bernama pos gatakan, melihat kondisi peserta yang tidak memungkinkan
dilanjutkannya pendakian dan dan cuaca yang kurang mendukung, maka kami memutuskan
untuk mendirikan tenda dan istirahat serta makan untuk dapat melanjutkan
pendakian pada esok hari.
 |
G.Sumbing Pos 2 "Gatakan" 2.240 mdpl |
Pendakian
Hari Kedua
Alhamdulillah, kami bisa tidur nyenyak dengan sleeping bag
masing-masing, Cuma pas bangun paginya aja saling memalaskan diri karena efek
suara rintik hujan yang menerpa tenda kami. Hari kedua kami mulai dengan
segelas kopi hangat, dan roti ala kadarnya, karena kami bangun kesiangan tidak
ada waktu lagi untuk masak makanan. Kemudian kami langsung melanjutkan
pendakian dengan energi penuh.
Pukul 07.00 kami melanjutkan pendakian, perjalanan di pagi hari ini
terasa lebih ringan mungkin karena beban dipundak kami sebagian besar kami
tinggalkan di pos 2 didalam tenda kami. Karena tim survey seminggu yang lalu
sudak membuktikan, membawa beban terlalu banyak ke atas akan memperlambat
perjalanan. Pukul 10.30 kami tiba di pos 3 pestan (2437 MDPL), istirahat
sejenak sambil menikmati pemandangan gunung sindoro yang tertutup oleh kabut
dan hanya puncaknya saja yang terlihat. 15 menit cukup untuk kami istirahat dan
berfoto bersama mengabadikan moment tersebut. Setelah puas berfoto-foto,
perjalanan pun kami lanjutkan kembali.
Pukul 12.00 kami tiba di pos 4 watu kotak (2765 MDPL), pos 4 adalah
pos terakhir di sumbing. Ada perasaan khawatir untuk menlanjutkan pendakian
karena gerimis mulai turun, karena seminggu yang lalu tim survey tidak berhasil
melakukan pendakian sampai kepuncak dikarena terkena badai yang mengakibatkan
jarak pandang terbatas dan badan kami tidak membawa beban apaun sehingga
apabila terkena badai ada kemungkinan badan kami terhempas apalagi tidak ada
pepohonan yang cukup tinggi untuk berpegangan, hanya dibalik batu saja kita
bisa berlindung dari badai. Ternyata, keinginan untuk mencapai puncak lebih
besar dari pada rasa kekhawatiran kami, akhirnya melanjutkan perjalanan menuju
puncak menjadi keputusan kami.
Pukul 17.00 kami tiba di tanah putih, hujan semakin deras. Ponjo
yang kami gunakan tidak lagi sanggung melindungi baju yang kami pakai agar
tidak basah. Akhirnya, pukul 17.00 kami pun tiba dipuncak “Buntu” (3371 MDPL). Ada
rasa kebanggan tersendiri dalam diri siapapun yang berhasil membawa orang lain
keatas puncak gunung. begitupun dengan aku. Tidak banyak yang bisa kami lakukan
dipuncak itu selain mengabadikan moment tersebut. Karena hujan yang
malah semakin lebat ditambah angin kencang dan kabut yang menutupi pemandangan
kami memutuskan untuk langsung turun kembali kepos 2.
Diluar dugaan dan rencana, kami turun sudah sangat gelap dan
ternyata dari sekian banyak orang dalam rombongan kami hanya ada 4 orang yang
membawa senter. Menunggu esok pagi untuk turun lebih tidak memungkin karena kondisi
hujan dan tenda kami dipos 2 semuanya, tapi turun dengan 4 senter membawa 16
orang apakah bisa?. Semua sibuk dalam pikiran masing-masing, entah apa yang
mereka pikirkan dan apa yang mereka baca dalam hati, yang aku tau diantara kami
semua yang paling berat adalah ketua divisi kami, senior pendamping kami, dan
aku sendiri. Karena kami lah yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada
mereka, walaupun sebenarnya resiko seorang pendaki tidak ditanggung oleh siapa
pun, melain kan oleh dirinya sendirinya. Sempat kami salah jalan, karena
banyaknya cabang membuat siapapun yang turun pasti bingung akan mengambil jalur
yang mana. Jangankan malam hari seperti kami ini, siang hari saja bisa-bisa
tersesat. Berjalanan digelepanan dengan batuan penerangan seadanya dan cahaya
petir sedikit membantu penerangan dalam perjalanan kami.
Kami berhenti dibalik batu besar untuk menghindari kenjangnya angin
badai, hujan belum juga reda malah sebaliknya semakin deras saja ditambah
dengan petir dan Guntur yang suaranya cukup nyaring untuk kami dengar. Berada
di ketinggian lebih dari 3000 MDPL membuat
kami merasa dekat sekali dengan petir dan guntur. Dibawah derasnya hujan, kami
istirahat cukup lama, karena diantara kami ada beberapa orang yang hampir terkena
hypothermi,salah satunya adalah teman ku dari UIN sehingga
membuat susu hangat menjadi alternative kami untuk menghangatkan perut dan
mengisi perut dengan sedikit makanan cemilan. Karena selama perjalanan muncak
dari pos 2, kami belum mengisi perut kami dengan nasi. Selain saling
berpegangan tangan, walaupun sebenarnya tangan kami sama-sama dingin tapi itu
cukup membantu untuk sedikit menghangatkan badan terutama tangan.
Pendakian
Hari Ketiga
Pukul 02.00 dini hari kami baru sampai dipos 2, semua langsung
masuk tenda untuk ganti pakaiaan karena baju yang kami pakai basah semua. Tampa
pikir panjang, kami langsung tidur di dalam tenda masing-masing. Semua tertidur
dengan nyenyak kecuali aku, karena penyakit ku kambuh disebabkan perut kosong
dari pagi belum diisi sampai pagi lagi sehingga penyakit magh ku kambuh dan itu
menyebabkan migrant ku pun ikutan kumat. Mual-mual pun aku rasakan sehingga aku
tak bisa tidur sampai pagi. Ceritanya, mengobati darah rendahku dengan minum
obat penambah darah malah membuat perut ku mual dan mengakibatkan aku seperti
orng masuk angin.
Pukul 06.00 pagi hari, kami sudah bersiap-siap untuk turun, sebelum
turun kami sarapan terlebih dahulu dan membersihkan tempat bekas tenda kami.
Seperti biasa, kami melakukan rutinitas pendakian kami yaitu mengambil sampah
yang berserakan disepanjang jalan menuju Basecamp. Belum sampai pos 1,
hujan sudah turun kembali yang mengakibatkan Jalanan menjadi licin. Apalagi
ketika di daerah berkebunan warga, jalanannya berbatu yang terkena air membuat
siapa saja yang lewat di sana harus berhati-hati. Lewat dari pos 1, jalanan
tanah sempit yang dialiri air dan hanya cukup untuk 1 orang. Tak ada pohon atau
dahan yang bisa dijadikan pegangan ketika turun, karena kanan dan kiri adalah
kebun sayur warga yang berbentuk jurang ke bawah. Sehingga kalaw kita berjalan
tidak hati-hati, bisa-bisa terpeleset dan jatuh kejurang kebun sayur warga. Sebelum
masuk ke jalan berbatu, kami disambut oleh air terjun yang cukup tinggi, tapi
sayangnya jaraknya jauh dari jalan utama. Jadi, kami tidak bisa menikmati air
terjerjun tersebut. Pukul 13.30, akhirnya sampai juga dibasecamp. Nasi goreng
basecamp sumbing langsung mengisi perut kami yang kelaparan. Walaupun saat
dipuncak kami tidak mendapatkan pemandangan yang diimpikan, tapi kami bersyukur
bisa turun kembali dan pulang dengan selamat
Begitulah perjalanan pendakian kali ini, terimakasih sumbing kau
telah ajarkan kepada kami untuk lebih sedikit menghargai kehidupan. Semoga kita
dapat bertemu kembali di lain waktu tentunya dengan cuacanya yang lebih
mendukung.
"Seorang pendaki sejatinya
tidak sedang menaklukan pucuk-pucuk tertinggi yang menusuk ke langit, melainkan
ia sedang menaklukan pucuk-pucuk tertinggi dirinya sendiri sebagai manusia".
It is not the mountain we conquer but ourselves. - Edmund Hillary