PENCARIAN JATI
DIRI
Oleh : Ary Al Ghaida
“Alam bisa memberikan kehidupan kepada setiap manusia, tetapi tidak
semua manusia bisa memberikan kehidupan kepada alam. Alam bisa memberikan
perlindungan kepada semua manusia, tapi tidak semua manusia bisa melindungi
alam.”
Sabtu, 29 December 2012 pukul 06.00 AM. Pendakian pertama ku di
Yogyakarta tepatnya dikawasan daerah Kaliurang ketika aku mengikuti Diksar
Lapangan, yang tak mungkin dapat kulupakan. Jalan yang panjang dan terjal
menembus hutan lebat dan monyet berkeliaran dikiri kanan jalan dengan tidak
menghiraukan betapa lelahnya kaki melangkah, mendaki dan menuruni gunung, tergelincir,
terpeleset, tersandung, dan tersangkut. Pohon tumbang, batu bergoyang, jalan
yang curam dan jurang yang terjal itu semua merupakan jalan yang kulalui
dibawah panasnya mentari dan dinginnya air hujan. Rasa lelah sudah tak lagi ku
hiraukan didalam perjalanan, setiap kali ku berhenti sejenak untuk beristirahat
aku selalu mendengar sebuah suara agar melanjutkan perjalanan, suara itu
mengatakan “sebentar lagi kita sampai” begitu seterusnya, kata-kata itu
terdengar ditelingaku, terekam diotakku, dan tersimpan dihatiku sehingga bisa
mengembalikan semangatku yang sudah luntur terkena lelah. Ketika didalam
perjalanan, aku merasakan sebuah bantuan yang sangat besar, bantuan itu berasal
dari alam. Ketika air minum habis alam ada, dia menyediakan sungai dengan air
yang jernih dan dingin untuk diminum. Ketika perut lapar dan sangat kelaparan
disana ada alam, dia menyediakan macam-macam buah-buahan dan sayur-sayuran
untuk bisa dijadikan makanan. Saat itu, aku merasa sangat dekat dengat alam,
sampai sangat dekatnya aku pun merasa sangat dekat dengan kematian. Karena, tepat
dibelakang ku berdiri kokoh Gunung Merapi yang sekali dia memuntahkan isi
perutnya, habislah semua disekitarnya tampa tersisa satupun. Tapi saat itu juga
aku sadar, aku tak sendirian ada saudara-saudaraku bersamaku saat itu. Maka,
apa yang kurasakan perlahan sirna karena kehadiran mereka di sekitarku.
Ketika sampai dipuncak, semua rasa lelah yang sebelumnnya menjadi
beban langkahku tiba-tiba hilang ketika aku melihat bentangan alam yang begitu
luas dan indah. Terbayarlah sudah perjalananku mendaki sejak pagi, ingin
rasanya aku berada di sana selamanya untuk menikmati keindahan alam setiap saat
dari atas gunung tetapi itu tak mungkin aku lakukan karena aku sadar aku harus
turun kembali kebawah sana sebelum sore karena dibawah sanalah kehidupanku
berjalan. Ditempat peristirahatan pertama kami menemui air terjun, airnya yang
sangat dingin membuat siapa saja ingin mencuci muka disitu apalagi setelah
mendaki gunung. Kami gunakan waktu istirahat itu untuk makan, maka proses masak
memasak pun berlangsung bahan yyang kami masak semuanya kami ambil dari alam di
sepanjang perjalanan tadi. Tak ingin membuang waktu sia-sia pejalanan pun
dilanjutkan karena perjalanan kami masihh jauh.
Didalam perjalanan pulang tiba-tiba hujan turun, dibawah rintihan
air hujan dan suhu gunung yang begitu dingin perjalanan tetap dilanjutkan.
Kembali lagi rasa lelah menghampiri kami semua. Salah satu pemicu kemarahan
adalah lelah, tak bisa mengendalikan emosi membuat semuanya berantakan. Apapun
keadaannya kami harus tetap bersama, namun tak dapat dipungkiri ketika salah
seorang dari kami benar-benar tak bisa mengendalikan emosinya kami pun seketika
menjadi pecah belah, sangat sulit menyatukan kami kembali bersama-sama saat itu
tapi biar bagaimana pun itu harus dilakukan, karena kebersamaan adalah
segalananya, tampa kebersamaan perjalanan ini tak akan berhasil. Kami pun mencoba
dan terus mencoba, tetapi tetap saja kami masih tercerai berai sampai pada
akhirnya aku kembali mendengar suara yang memperingatkan kami untuk kembali
bersama-sama, suara itu berkata “jika kalian tak bersama-sama lagi, maka untuk
apa kalian ada disini, pulanglah jika kalian hanya memikirkan diri sendiri,
pulang saja, pulang saja.”
Kami semua terdiam saat itu, aku tak tahu apa yang dipikiran
saudara-saudaraku saat itu, yang jelas aku hanya berpikir dan bertanya-tanya
dalam benakkku “mau pulang kemana? Satu-satunya jalan pulang hanya ini,
sangat tidak mungkin kalau kita pulang menggunakan jalur putar balik, karena
itu sangat memakan waktu tentunya dan mungkin bisa sampai malam kita baru
sampai di bawah”. Namun aku tetap diam begitupun dengan yang lainya. Tetapi
tak ada yang menyangka kata-kata itu bisa membuat kami menyatu kembali, kami
sadar tak ada yang bisa kami lakukan jika tak bersama-sama. Perjalanan kami pun
dilanjutkan kembali, dengan terus menuruni gunung yang pada perjalanan terakhir
sebelum sampai di tempat tujuan ada sekelompok monyet yang bergelantungan
dipohon mereka terus meliatin kita sampai kita jauh, aku merasa aneh berbagai
pertanyaan pun muncul dibenakku yang pada akhirnya aku berpikir mungkin mereka
mengucapkan “selamat berpisah dan sampai bertemu lagi” sangat mengesankan.
Tidak terasa akhirnya kami sampai di bawah dan beristirahat melepas lelah dan
makan bersama dengan dialaskan sebuah plastic besar. It’s very delicious,
yummy.
“Pendakian yang berhasil adalah
ketika turun sipendaki membawa perubahan pada dirinya”