Sabtu, 13 Juni 2015

Memenuhi Panggilan 3153



Memenuhi Panggilan 3153
Ary Al’Ghaida

10 juni 2015, awal perjalanan kami menuju ketinggian 3153 Mdpl. Setelah semua perlengkapan dan kebutuhan sudah terpacking rapi di carrer kami, tepat pukul 13.30 kami mulai melakukan perjalanan. Kami sampai di alun-alun temanggung, rehat sejenak untuk sekedar melepas lelah dan belanja sayur untuk bikin sop di atas sana (kebiasaan yang sering kami lakukan ketika naik gunung, hehe…). Pukul 15.30 akhirnya kami sampai di basecamp pendakian Gunung Sindoro.

Jumlah kami 6 orang, terdiri dari 4 laki-laki dan 2 perempuan. Ada gaplek (yang katanya calon kadiv. Mountaineering, hehe sekaligus mewakili 20 orang angkatannya untuk pendakian sindoro), cempe (yang katanya calon kadiv.ekowisata, hehe serta perwakilan dari angkatan XIV), bangbut (Anggota Luar Biasa Kapala Ampta), bang papin (mama kami dalam pendakian, hehe), pa’e (seseorang yang sedang merindukan sindoro, terakhir naik sindoro 16 tahun yang lalu), serta aku (seorang wanita yang ingin mengibarkan sang biru di puncak sindoro). 

Sesampai di basecamp, kami persiapkan semua kebutuhan kami, packing ulang pun dilakukan. Simaksi kami lakukan, perorangnya dikenakan biaya Rp.10.000,- (sudah termasuk assuransi) serta biaya parkir permotornya Rp.5000,-. Selain mendapatkan tiket masuk, para pendaki juga mendapatkan selembaran kertas yang berisi peta dan tata tertib pendakian sindoro. Mengingat sindoro diatas sana tidak ada sumber air, maka para pendaki harus membawa air dari bawah. Maka kami pun membeli air minum serta kebutuhan lainnya, mencari makan pun kami lakukan. Tepat didepan basecamp pendakian ada sebuah warung, disitu menyediakan makanan. Nasi goreng menjadi menu pilihan kami, porsi yang lumayan banyak membuat kami kekenyangan.

Tepat setelah adzan isya berkumandang, 19.00 kami mulai melakukan pendakian. Enaknya di sindoro ada jasa ojek sampai pada pos ojek, yaitu setengah perjalanan dari pos 1 ke pos 2. Sehingga para pendaki bisa menyimpan tenaganya untuk jalur yang lebih ngetrek. Permotornya kena biaya Rp.15.000,-, kami memutuskan untuk naik ojek, selain menghemat tenaga juga bisa menghemat waktu, spot jantung jelas kami rasakan. Haha . . . bagaimana tidak melewati jalan berbatu-batu yang kanan dan kirinya ladang warga serta beberapa tikungan tajam dan licin, 1 motor tak sanggung naik, sehingga mengharusnya penumpangnya jalan kaki ke pos ojek atas, haha,, “sudah bayar tetap aja jalan” begitu komentarnya setelah sampai dipos ojek. extreme sih, tapi keren… hehe

Pukul 20.30 kami sampai di pos 2 (hanya info, sampai pos 2 masih ada sinyal loh, hehe). Berhubung kami tadi naik ojek, jadi kurang tau dari basecamp kepos 1 nya berapa jam, dan dari pos 1 ke pos 2 nya berapa jam, tapi menurut keterangan peta yang kami bawa dari basecamp ke pos 1 sekitar 1,5 jam, dan dari pos 1 ke pos 2 sekitar 1 jam. Setelah  dirasa badan kami mulai dingin kembali, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Perjalanan dari pos 2 ke pos 3 mulai sedikit menanjak, tepat pukul 00.00 lewat sedikit kami akhirnya sampai di pos 3 tempat ngecamp kami. Sebenarnya tidak memakan waktu lama untuk sampai dipos 3 dari pos 2 sekitar 2 jam saja, namun karena kami melakukan perjalanan santai maka kami agak sedikit lama untuk sampai di pos 3.

11 juni 2015, Dome pun telah berdiri, bau sop segera menghampiri hidung kami membuat perut semakin lapar. Pukul 02.30 dini hari kami makan (klaw ini namannya makan sahur, haha). Setelah perut kenyang, semua perlengkapan kami rapikan dan kami masukkan ke dome. Sebenarnya waktunya kami tidur, tapi beberapa dari kami tidak bisa tidur karena harus bergadang. Dipos 3 terkenal akan babi hutannya yang nekat-nekat, haha. . mungkin karena rantai makanan mereka sudah putus akhirnya mereka menyerang para pendaki yang ngecamp dipos 3 tersebut (bukan orangnya, tapi makannya), mengambil apapun yang bisa dimakan (namanya juga survive, masa mau disalahkan, haha) termasuk obat-obatan para pendaki dimakan semua (mungkin babinya sakit, hehe). Terbukti salah satu dome pendaki yang asalnya entah dari mana aku lupa, domenya diserang babi hutan, babi hutannya sudah terlatih loh, terbukti ketika menyerang sibabi hutan langsung merobek dome dan menarik carrer yang langsung dibawa ke semak-semak, nyalinya juga besar, dari sekian banyak dome yang ada dipinggir (maksudnya dekat semak-semak) eehh, sibabi malah menyerang dome yang ada ditengah-tengah, haha,, seram sih, tapi jadi daya tarik tersendiri bagi gunung sindoro, dimana lagi bisa liat babi hutan berkeliaran dengan enaknya. Para babi ini hanya bekerja ketika malam tiba, kalaw siang hari jangankan suara langkahnya, baunya aja gak keciuman, hehe (mungkin dia bintang pentas, bekerja bila malam tiba, haha)

Sang surya mulai menampakkan dirinya. Pemandangan yang sangat indah, hangatnya mentari mulai dirasakan disertai penampakan gunung-gunung lainnya seperti sumbing, merapi, merbabu, dll. Para pendaki pun mulai packing untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak. Tepat pukul 07.00. kami melanjutkan perjalan menuju pos 4 atau sering disebut batu tatah. Rute ini terdiri dari batu-batu besar yang cukup membuat kami kelelahan, bagaimana tidak lelah lutut ketemu perut bahkan sesekali ketemu dada, haha. Apalagi dengan beban yang kami bawa, karena sindoro terkenal akan pencurinya, maka jangan sesekali meninggalkan barang-barang anda tampa ada yang menjaganya. Tapi, jika tak sanggup membawa carrer sampai kepuncak, cukup masukkan barang-barang anda kedalam rerumputan dan tutupin sampai tak terlihat lagi (tapi dikasih tanda, biar gak lupa saat mau mengambilnya).

Belum sampai pos 4, tinggal beberapa langkah lagi. Aku mulai merasakan sesuatu yang sudah tidak aneh terjadi kembali pada diriku. Penglihatanku tiba-tiba jadi gelap, jalanan yang tadinya jelas ku lihat kini menjadi tak terarah. Karena sudah tak sanggup melihat jalan, maka aku putuskan untuk duduk sejenak. Kawan-kawanku sudah menunggu dipos 4, sebenarnya tinggal 1 tanjakan lagi aku sampai di pos 4. Tapi mataku bukanlah bolham lampu yang bisa diterangkan dan bisa diredupkan, redup tetaplah redup hingga akhirnya bangbut menyusulku ke bawah dan membawakan carrerku, tak sampai 5 menit aku sudah duduk bersama yang lainnya di atas rerumputan hijau yang lumayan empuk untuk jadi tempat rebahan kami.

Setelah dirasa nafas kami mulai teratur, kami melanjutkan perjalanan. Dari pos 4 ke puncak, para pendaki akan melewati padang edelweis yang sebelumnya akan melewati hutan lantoro terlebih dahulu. Dimana yang katanya padang edelweis ini merupakan kawasan padang terluas disemua gunung. Tapi sayang kemarin edelweisnya blum mekar, jadi tak bisa menikmati pemandangan indahnya padang edelweis. Dari pos 4 ke padang edelweis bisa memakan waktu 1,5 jam jika jalannya standar, setelah sampai di padang edelweis saatnya menuju puncak. Sebenarnya tidak sampai 1 jam sudah bisa sampai puncak, namun karena harus bergelut dengan penyakit maka aku berjalan begitu lambat. Sehingga kami telat sampai puncaknya, entah berapa kali aku berhenti untuk menormalkan pandangan mataku namun itu tak menyurutkan semangatku untuk berhenti melangkah. Tepat pukul 13.30 aku sampai dipuncak, sedangkan yang lainnya sudah menungguku dari 1 jam yang lalu, hehe (maaf y lama).

Ketika sampai dipuncak, bau  belerang sangat sangat mengganggu pernafasan kami (itu sebabnya pendaki hanya boleh muncak dari jam 07.00 s/d 12.00). Tapi berhubung keinginan untuk muncak kami sangat besar, maka kami tetap muncak walaupun lewat dari jam 12.00 (jangan ditiru y..). Kami tak ingin berlama dipuncak, upacara pun kami lakukan dengan menyanyikan lagu Syukur dan Indonesia Raya serta bebrapa sepatah kata dari tetua kami, kami pun berfoto bersama dengan menmbentangkan sang biru (bendera Kapala Ampta). Satu yang membuat kami iri semua sama tetua kami (pa’e), beliau berfoto sama persis dengan 16 tahun silam beliau muncak ke sindoro dari gaya hingga lokasinya, hanya bajunya saja yang beda (tapi beliau bawa loh bajunya itu, hanya ketinggalan dipos 4 ketika kami meninggalkan barang-barang kami).

Cukup sudah bermain dipuncak, saatnya turun. Karena tetua kami besoknya masuk kerja maka malam itu juga kami turun ke basecamp. Sebenarnya masih mau ngecamp semalam lagi, tapi mengingat kebutuhan air terbatas, maka kami pun turun juga. Entah apa yang ada didalam pikiran kami semua, tapi malam itu bener-bener kami rasakan perjalanannya begitu lama. Beberapa pendaki yang juga turun silih berganti melewati kami, aura perjalanan yang sangat mencekam begitu kami rasakan tapi kami tetap berjalan dan terus berjalan. Akhirnya kami sampai dipos ojek, tepat ketika kami baru sampai ada 3 pak ojek datang. Karena sudah dirasa kaki ini tak sanggup berjalan lagi, kami pun langsung mengojek untuk kebasecamp. Bermalam semalam dibasecamp pun kami putuskan, karena gak yakin sanggup bawa motor pulang kejogya. (Hehe. .)

12 juni 2015, sekitar jam 6 pa’e pulang ke kesemarang untuk masuk kerja, semangat yang tinggi tidak semua orang sanggup melakukannya baru turun langsung masuk kerja lembur pula. (Keren, keren. .) setelah semuanya bangun kami bersih-bersih badan dan mengisi perut kami. Segala logistic yang tersisa kami masak sebagian dan sebagiannya lagi kami kasih ke pendaki yang mau naik. Cerita demi cerita kami lakukan, ngobrol sana sini ke para pendaki lain pun kami lakukan. Sampai pada akhirnya kami semua tau ternyata malam itu, ketika kami turun masing-masing dari kami sudah melihat hal-hal yang tidak wajar entah berhalusinasi karena lelah atau memang benar adanya.

Disepanjang perjalanan pos 2 ke pos ojek, ada yang melihat gerbang, ada yang melihat rumah, ada yang melihat patung, dll. Kami pikir hanya kami yang begitu, tapi ternyata pendaki yang malam itu turun juga sama saja dengan kami, bahkan ada yang sampai diganggu. Ternyata malam kemarin adalah malam jum’at loh,, haha dan katanya daerah sepanjang pos ojek ke pos 2 sering disebut pos syetan atau apalah, yang jelas daerah yang sering dibikin bingung sama penghuninya. Hehe . . .

Jajan sana, jajan sini kami lakukan, habis makan makan lagi begitu terus yang kami lakukan dibasecamp hingga orang basecamp dan pak-pak ojek hafal kami. Hehe (katanya pa’e bersosialisai). Ada satu jajanan khas sana yaitu nasi megono (kalaw gak bener, Hehe) seperti nasi uduk tapi dicampu sayur-sayuran, cukup cepat membuat perut kenyang (harus mencoba kalaw ke sana). Setelah adzan ashar berkumandang, kami pun pulang kejogyakarta. Tapi sebelum pulang kami bersih-bersih basecamp dulu, entah kenapa pada saat kami bersih-bersih basecamp tak ada pendaki yang datang untuk masuk. Seperti paham bahwa lagi ada pembersihan, haha

Sampai Jumpa Sindoro, Sampai Jumpa Kledung, Sampai Jumpa Temanggung, S’lamat Datang Jogya Istimewa.. (begitu sms cempe ke aku, karena tak bisa update status,, haha)…
 
puncak sindoro 3153 Mdpl

“Seorang pendaki sejatinya tidak sedang menaklukan pucuk-pucuk tertinggi yang menusuk ke langit, melainkan ia sedang menaklukan pucuk-pucuk tertinggi dirinya sendiri sebagai manusia”... ^_^

Minggu, 12 April 2015

Berguru Pada Ombak



Berguru Pada Ombak
Ary Al’Ghaida

Berlomba mencapai batas terjauh
Menyapu siapa saja yang ada didepannya
Menyeretnya hingga tak terlihat lagi
Meninggalkan keindahan dan kehalusan
Kadang suaranya bisa menenangkan
Namun kadang bisa membuat nyali ciut seorang manusia
Jika katak menyambar mangsanya dengan lidah
Jika langit menyambar mangsanya dengan petir
Maka laut menyambar mangsanya dengan yang bernama OMBAK
Perlahan namun pasti untuk melakukan perubahan tanpa kenal lelah
Hingga yang tersisa hanyalah pasir lembut
Hingga batu karang yang terkenal keraspun
Tak berdaya dengan sentuhan tangan sang laut
Pasang surut air laut seperti semangat pada diri manusia
Kadang kau bersemangat untuk menggapai sesuatu
Tapi tak lama kau menjadi pengecut untuk dirimu sendiri
Ketika air laut surut, tak selamanya ia akan surut
Kembali pasang dan naik kembali menyapa penghuni pesisir pantai
Maka harusnya kau begitu, jangan terus menjadi pengecut
Ingin suatu perubahan, tapi tak ada tindakan
Ingin suatu perubahan, tapi kau terlalu lama surut
Ingin suatu perubahan, tapi hanya sekali melakukannya
Kau tau kawan,
Ombak butuh berkali-kali pasang untuk mencapai batas bibir pantai
Ombak butuh berkali-kali hempasan untuk merubah batu karang
Ombak butuh berkali-kali gulungan menyingkirkan penghalang yang ada didepannya
Bagaimana bisa kau ingin menggapai sesuatu tapi tak mau berusaha berkali-kali
Bangkit dari kemalasan mu, Bangkit dari kebodohan mu
Jika kau ingin bermimpi maka tidurlah
Tapi jika kau ingin mewujudkannya maka bangunlah
Dan lakukan apa yang harus kamu lakukan

Pantai Gesing
 “Traveling, bukan hanya sekedar jalan-jalan, banyak pelajaran yang bisa kau ambil dari setiap langkah kaki-mu”

Senin, 23 Februari 2015

Lukisan Terindah



Lukisan Terindah
Ary Al Ghaida’
Tak dapat ku sembunyikan lagi, jujur aku mengagumi keberanianmu
Aku terpesona oleh keindahan yang kau pancarkan
Sorot matamu yang tajam melahirkan Kegagahan yang tiada tertandingi
Rasanya tak ingin ku kedipkan mata walau hanya sejenak
Ingin terus menatapmu, menyaksikan bagaimna caramu perlahan tapi pasti
Kau mulai memejamkan mata dan tertidur lelap dalam peraduanmu
Walau dimata kami kau  tertidur tapi kau tak benar-benar tertidur
Kau bantu si bulan menerangi si malam, tampa pamrih kau lakukan itu
Tanpa kami sadari sebenarnya kau s’lalu menemani
Sehari, seminggu, sebulan, setahun dan seumur hidup kami
Dari terang hingga berganti gelap dan kembali lagi ke terang
Dia menyadarkan kita, bahwa kita tak pernah sendiri
Dia adalah satu dari sekian ribu ciptaan-Nya yang diciptakan untuk menemani hidup kita
Tapi banyak diantara kita yang belum sadar, akan hak-Nya dalam diri kita
Setelah kau berikan kami kekuatan dari cahayamu
Kini kau manjakan mata kami dengan keindahan mu
Meninggal senyuman dan sebuah harapan dalam do’a
S’moga suatu saat nanti kita berjumpa lagi

Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan
Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan

“The Thing Always Happens That You Really Believe In, And The Belief In A Thing Make It Happen”

Minggu, 25 Januari 2015

Sahabat Dalam keluarga



Sahabat Dalam Keluarga
Ary Al Ghaida’

Mereka yang terus melangkah, ada kalanya harus tersisih oleh mereka-mereka yang datang kemudian. Mereka yang terus berjuang tak jarang harus rela untuk dipinggirkan oleh mereka yang datang ketika pesta tepuk tangan sudah dilangsungkan.

Kita tak berdaya kerap kali bukan karena hilangnya kekuatan, melainkan karena kita tak tahu menghargai ketulusan. Mereka yang dengan tulus menemani kita berjuang, mendo’akan dari kejauhan, menyediakan tangan untuk memupus letih dan kesedihan kita, terkadang kita lupakan justru disaat kita hampir menuai keberhasilan.

Kita terperdaya oleh tepuk tangan yang datang dengan bergemuruh dan bergelombang sehingga kita menyangka disanalah terletak kekuatan. Kita larut didalamnya sehingga meninggalkan sahabat-sahabat yang ikhlas hatinya mengawal perjuangan kita. Kita tak lagi menyukai kehadiran mereka karena mereka memberi nasehat disaat orang lain memberikan tepuk tangan.

Kita mengira orang-orang yang menyambut dengan wajah gembira adalah para kekasih yang tulus dan pendukung perjuangan uang ikhlas. Kita menyangka mereka mencintai dengan sepenuh jiwa sehingga kita tak menganggap ada mereka yang dulu menjadi penolong kita. Kita baru sadar ketika mereka menyambut seruan kita, sebab mereka memang hanyalah orang-orang yang sedang menimati tontonan.

Tetapi disaat tersadar, tak setiap sahabat dapat kita rangkuh kembali untuk berjuang. Hal itu bukan karena hilangnya kesetiaan, melainkan karena kelalaian kitanya sendiri.


“You Can’t Choose Your Family, But You Can Choose Your friend To Be Your Family”

"Untuk Pribadi Yang Menawan Yang Telah Mengajarkan Bagaimana Memberi Nyawa Bagi Sebuah Impian Yang Penuh Semangat Dan Impian yang Bernyawa"