Sahabat Dalam
Keluarga
Ary Al Ghaida’
Ary Al Ghaida’
Mereka yang terus melangkah, ada
kalanya harus tersisih oleh mereka-mereka yang datang kemudian. Mereka yang terus berjuang tak jarang harus rela
untuk dipinggirkan oleh mereka yang datang ketika pesta tepuk tangan sudah
dilangsungkan.
Kita tak berdaya kerap kali bukan
karena hilangnya kekuatan, melainkan karena kita tak tahu menghargai ketulusan.
Mereka yang dengan tulus menemani kita berjuang, mendo’akan dari kejauhan,
menyediakan tangan untuk memupus letih dan kesedihan kita, terkadang kita
lupakan justru disaat kita hampir menuai keberhasilan.
Kita terperdaya oleh tepuk tangan
yang datang dengan bergemuruh dan bergelombang sehingga kita menyangka
disanalah terletak kekuatan. Kita larut didalamnya sehingga meninggalkan sahabat-sahabat
yang ikhlas hatinya mengawal perjuangan kita. Kita tak lagi menyukai kehadiran
mereka karena mereka memberi nasehat disaat orang lain memberikan tepuk tangan.
Kita mengira orang-orang yang
menyambut dengan wajah gembira adalah para kekasih yang tulus dan pendukung
perjuangan uang ikhlas. Kita menyangka mereka mencintai dengan sepenuh jiwa
sehingga kita tak menganggap ada mereka yang dulu menjadi penolong kita. Kita
baru sadar ketika mereka menyambut seruan kita, sebab mereka memang hanyalah orang-orang
yang sedang menimati tontonan.
Tetapi disaat tersadar, tak
setiap sahabat dapat kita rangkuh kembali untuk berjuang. Hal itu bukan karena
hilangnya kesetiaan, melainkan karena kelalaian kitanya sendiri.
“You
Can’t Choose Your Family, But You Can Choose Your friend To Be Your Family”
0 komentar:
Posting Komentar