Minggu, 25 Januari 2015

Sahabat Dalam keluarga



Sahabat Dalam Keluarga
Ary Al Ghaida’

Mereka yang terus melangkah, ada kalanya harus tersisih oleh mereka-mereka yang datang kemudian. Mereka yang terus berjuang tak jarang harus rela untuk dipinggirkan oleh mereka yang datang ketika pesta tepuk tangan sudah dilangsungkan.

Kita tak berdaya kerap kali bukan karena hilangnya kekuatan, melainkan karena kita tak tahu menghargai ketulusan. Mereka yang dengan tulus menemani kita berjuang, mendo’akan dari kejauhan, menyediakan tangan untuk memupus letih dan kesedihan kita, terkadang kita lupakan justru disaat kita hampir menuai keberhasilan.

Kita terperdaya oleh tepuk tangan yang datang dengan bergemuruh dan bergelombang sehingga kita menyangka disanalah terletak kekuatan. Kita larut didalamnya sehingga meninggalkan sahabat-sahabat yang ikhlas hatinya mengawal perjuangan kita. Kita tak lagi menyukai kehadiran mereka karena mereka memberi nasehat disaat orang lain memberikan tepuk tangan.

Kita mengira orang-orang yang menyambut dengan wajah gembira adalah para kekasih yang tulus dan pendukung perjuangan uang ikhlas. Kita menyangka mereka mencintai dengan sepenuh jiwa sehingga kita tak menganggap ada mereka yang dulu menjadi penolong kita. Kita baru sadar ketika mereka menyambut seruan kita, sebab mereka memang hanyalah orang-orang yang sedang menimati tontonan.

Tetapi disaat tersadar, tak setiap sahabat dapat kita rangkuh kembali untuk berjuang. Hal itu bukan karena hilangnya kesetiaan, melainkan karena kelalaian kitanya sendiri.


“You Can’t Choose Your Family, But You Can Choose Your friend To Be Your Family”

0 komentar:

Posting Komentar

"Untuk Pribadi Yang Menawan Yang Telah Mengajarkan Bagaimana Memberi Nyawa Bagi Sebuah Impian Yang Penuh Semangat Dan Impian yang Bernyawa"